Pesona keindahan alam di Pulau Bali memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Di sepanjang pulau, kita dapat menikmati keindahan alam yang terbentang, mulai dari gunung, pantai bahkan danau. Namun, ada hal unik yang membuat Bali menjadi lebih istimewa, yaitu pelestarian budaya yang sangat terasa pada sendi kehidupan masyarakatnya.
Bali memiliki beragam kekayaan adat dan budaya yang begitu menarik untuk kita pejalari. Salah satunya adalah upacara adat dan tradisi Bali yang penuh makna. Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu, maka kebanyakan upacara adat dan tradisi Bali juga kental dengan nilai-nilai dari agama Hindu.
Berkunjung ke Bali terasa lebih spesial jika kita berhasil mendapatkan momen seru dengan menyaksikan upacara adat dan tradisi di Bali. Umumnya upacara adat tersebut dapat disaksikan oleh wisatawan untuk sekadar menyaksikan atau mendokumentasikannya.
Salah satu upacara adat yang diselenggarakan di Bali adalah Upacara Ngaben yang merupakan upacara pembakaran jenazah di Bali. Ngaben dipercaya oleh masyarakat Hindu Bali sebagai ritual untuk menyempurnakan jenazah kembali ke Sang Pencipta. Upacara Ngaben terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Ngaben sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, dan Swasta.
Upacara Ngaben memang tidak akan selalu dilaksanakan dan tidak dapat diprediksi, karena mengingat banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan upacara ini. Namun, pemerintah baik desa adat maupun Pemerintah Provinsi mengadakan upacara ngaben massal yang diperuntukkan bagi keluarga yang kurang mampu agar jasad para leluhurnya dapat disucikan atau dibersihkan sesuai dengan ajaran agama Hindu.
Upacara berikutnya adalah Upacara Melasti merupakan penyucian baik untuk diri serta benda sakral milik Pura. Tujuan dari upacara ini adalah meningkatkan bakti pada para Dewa dan manifestasi Tuhan serta meningkatkan kesadaran umat Hindu agar mengembalikan kelestarian lingkungan. Jika ingin menyaksikan upacara adat ini, kita bisa datang 3 atau 4 hari sebelum perayaan Nyepi dilaksanakan.
Dalam Upacara Saraswati biasanya dilakukan upacara khusus untuk memuja atau mengagungkan Dewi Saraswati yang dipercaya membawa ilmu pengetahuan di bumi hingga membuat semua orang di dunia menjadi pintar dan terpelajar.
Upacara Mekare-kare atau yang biasa disebut Perang Daun Pandan merupakan upacara adat yang berasal dari Desa Tenganan. Upacara adat Bali ini dilakukan oleh para pria sebagai ajang untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam bertarung menggunakan daun pandan yang berduri tajam. Setelah berperang, para peserta akan dirawat dan didoakan oleh orang yang dituakan di sana agar mereka tidak merasakan sakit.
Upacara Omed-omedan dilaksanakan khusus bagi wanita serta pria yang masih lajang atau belum memiliki pasangan.
Upacara Mapandes dilaksanakan sebagai bentuk ritual potong gigi pada anak-anak yang beranjak dewasa. Untuk pelaksanaannya sendiri, gigi taring bagian atas akan dikikis. Tujuan dari pelaksanaan upacara mepandes ini adalah untuk menghilangkan energi negatif dari dalam diri anak-anak.
Tumpek Landep merupakan ritual umat Hindu mengekspresikan rasa terima kasih kepada segala macam benda serta alat yang telah membantu kehidupannya. Umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi yang diyakini telah menganugerahkan kecerdasan atau ketajaman pikiran sehingga mampu menciptakan teknologi atau benda- benda yang dapat mempermudah dan memperlancar hidup. Dalam konteks saat ini, hal itu terwujud, antara lain, dalam benda seperti sepeda motor, mobil, mesin, dan komputer.
Megibung adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang untuk duduk makan bersama dan saling berdiskusi dan berbagi pendapat.
Dalam Makepung atau balap kerbau di Kabupaten Jembrana, untuk memacu agar kerbau lari lebih kencang, sopir membawa tungket (tongkat dari rotan) yang ditancapi paku-paku yang disabetkan ke punggung kerbau. Sementara itu, ujung tungket pun berpaku, kadang digunakan untuk menusuk kerbau agar lebih cepat lagi. Maka, kita harus tega melihat punggung-punggung kerbau tersebut berdarah.
Mekotek adalah ekspresi kegembiraan pemuda Desa Munggu yang menjadi prajurit Kerajaan Mengwi setelah mereka berhasil mengalahkan Kerajaan Blambangan, Jawa Timur. Tradisi Mekotek tersebut tetap dilangsungkan warga Desa Adat Munggu setiap enam bulan, bertepatan dengan perayaan Hari Raya Kuningan, karena diyakini sebagai upaya menghalau wabah dan mara bahaya.
Upacara Galungan merupakan momen untuk memperingati terciptanya alam semesta. Sebagai ucapan syukur, umat Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara.
© Copyright Yayasan Nurayu Chandra Metu. All Rights Reserved. Powered By www.bangsamediabali.com